Kehadiran pemulung memang bukan hal baru, tetapi ada perubahan mendasar dalam pola kehidupan mereka. Fenomena pemulung dengan gerobaknya yang berukuran 2 m x 1 m
sebagai alat produksi sekaligus tempat tinggal bersama anggota rumah tangganya saat ini
semakin marak, meramaikan sudut-sudut Jakarta. Meminjam istilah Twikromo (1999),
mereka inilah yang disebut dengan pemulung jalanan. Pada siang hari mereka berkeliling dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya. Pada malam hari mereka menempati emperan toko, pinggiran jalan, kolong jembatan, dan ruang publik lainnya untuk beristirahat.
Harijono (2001) menggambarkan mereka layaknya kaum Gipsy yang berpindah-pindah tempat. Harian Republika (2001) menyebutnya “Manusia Gerobak”, yaitu sekelompok penduduk Jakarta yang menghabiskan hari-harinya di atas gerobak karena tidak memiliki tempat tinggal.
Kisah-kisah manusia gerobak menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari keseharian mereka. Untuk makan sehari-hari, kadang mereka pun harus
berutang. Lebih tragisnya lagi, menguburkan mayat pun seperti sesuatu yang mustahil bagi
mereka (Warta Kota, 2005). Pengaruh globalisasi yang menyebabkan kota mengalami tekanan lebih keras daripada sebelumnya tidak secara serta-merta memunculkan kecenderungan sifat yang pasrah dalam menghadapi masa depan dan menyerah pada nasib. Bahkan, mereka lebih berani menampakkan diri ketika mereka menjalankan aktivitas yang disebut oleh Dieter- Evers (1980) sebagai “ekonomi bayangan”. Mereka juga tegar ketika menghadapi tekanantekanan struktural seperti penggusuran dari pihak negara yang menganggap bahwa mereka merupakan sumber kekumuhan dan perusak ketentraman yang sulit diatur dan hanya menjadi permasalahan bagi pemerintah kota. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan warga kota yang umumnya mencitrakannya secara negatif (Twikromo, 1999).
Sebagai subjek aktif, para manusia gerobak senantiasa tetap kreatif dalam melahirkan taktiktaktik
baru yang mereka peroleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Taktik-taktik
tersebut merupakan upaya mereka untuk menciptakan kondisi yang dapat menghasilkan dan
menguntungkan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan mereka, yakni pemenuhan kebutuhan
hidup mereka, sehingga mereka dapat tetap bertahan dalam menghadapi lingkungan dan
kondisi sosial yang berubah-ubah di tengah kemiskinan perkotaan.*
Foto dari berbagai sumber
*Laporan penelitian oleh Abdul Ghofur dari Lembaga Penelitian SMERU (
PDF)
3 komentar:
smoga alloh selalu memberi mereka rizki yang halal.dan dinaungi dengan hidayahnya...
amien ya alloh
Kasiah sekali tapi harus bagimana lagi memang nasibnya sudah terlahir harus seperti itu....Kuatkan dan limpahkan lah rijekimu kepada mereka ya Allah ya Robbi......
ku setuju bro
Post a Comment