Masih ada dua kanal lumpur panas lain yang berpotensi meletus sewaktu-waktu.
Sudah lewat empat tahun sejak semburan
lumpur panas di Porong Sidoarjo Jawa Timur terjadi. Kini, petaka 29 Mei
2006 itu masih terus memuntahkan sekitar 150 ribu kubik lumpur saban
hari. Kontroversi mengenai penyebabnya hingga kini terus berlangsung.
Pendapat para ilmuwan terbelah dalam mengidentifikasi penyebab semburan lumpur yang dalam bahasa ilmiahnya disebut mud volcano
itu. Sebagian berpendapat itu disebabkan aktivitas pengeboran minyak PT
Lapindo Brantas. Sebagian lainnya mengatakan bahwa meletusnya mud volcano diakibatkan aktivitas seismik yang dipicu gempa Yogyakarta yang terjadi dua hari sebelumnya, pada 27 Mei 2006.
Belum lama ini sekelompok ilmuwan geologi Rusia menuntaskan riset
enam bulan mereka tentang lumpur Sidoarjo (LUSI) yang mengungkap temuan
cukup mengejutkan. Mereka menyimpulkan Lusi disebabkan oleh aktifnya
gunung lumpur purba di daerah itu, akibat dua gempa yang terjadi
sebelumnya. Mereka juga menemukan bahwa terdapat dua kanal lumpur panas
yang berpotensi meletus sewaktu-waktu.
Tim ini diawaki para ahli yang berasal dari Universitas Nasional Odessa Ukraina, Kementrian Lingkungan Ukraina, dan AP Karpinsky Russian Geological Research Institute/VSEGEI--ini
adalah otoritas lembaga geologi tertinggi di Rusia yang didirikan sejak
1885. Salah satu di antaranya adalah seorang pakar senior yang
turut menentukan lokasi pembangkit nuklir Bushehr di Iran, salah satu
reaktor nuklir yang paling ditakuti negara Barat.
Jumat, 1 Oktober 2010 lalu, Indra Darmawan dan Denny Armandhanu
dari VIVAnews.com menjumpai Dr. Sergey V Kadurin (Kepala tim riset),
Prof. Igor Nikolaevich Kadurin (penasihat tim riset), dan Yuriy P.
Rakintsev (Presiden Direktur RineftGaz, perusahaan minyak dan gas Rusia
yang membiayai riset), di sebuah hotel di Jakarta.
Berikut petikan wawancaranya.
Apa sebetulnya tujuan dari riset ini? Apa yang membuat Anda merasa perlu mengadakan penelitian di sini?
Sergey Kadurin: Saya memang bekerja meneliti mud
volcano. Ini bidang saya. Ini adalah kesempatan baik bagi saya untuk
datang ke Indonesia, karena ini adalah salah satu mud volcano terbesar di dunia yang termasuk dalam tipe caldera. Saya tentu tak akan menyia-nyiakan untuk meneliti obyek ini. Sebelumnya kami telah melakukan penelitian yang sama terhadap mud volcano di Ukraina dan Azerbaijan. Kini, tujuan kami adalah untuk menguji metodologi kami di Indonesia.
Dari mana Anda memperoleh pembiayaan untuk riset ini? Apakah ada dana dari pihak-pihak yang terkait PT Lapindo Brantas?
Sergey Kadurin: Semua pembiayaan dilakukan oleh perusahaan minyak dan gas bumi Rusia RINeftGaz.
Yuriy Rakintsev: Penelitian ini merupakan
bukti persahabatan antara negara Indonesia dengan Rusia. RINeftGaz
sendiri sudah lama memiliki usaha di Indonesia dan kami bermitra dengan
berbagai pihak di Indonesia termasuk dengan Pertamina. Ini meneruskan
persahabatan antara Indonesia dengan Rusia yang telah dimulai sejak
Presiden Sukarno. Kedua negara sama sekali tidak pernah berkonflik.
Beberapa proyek besar di Indonesia, misalnya saja Stadion Sepakbola
Senayan, merupakan hasil kerja sama antara kedua negara.
Beberapa waktu lalu saya juga sempat ke Kalimantan. Di sana saya
sempat diberitahu bahwa ternyata jalan utama di tempat itu dibuat oleh
insinyur-insinyur Rusia sejak tahun 1950-an dan hingga kini jalanan itu
masih bagus dan berfungsi dengan baik. Jadi kami ingin meningkatkan
kerja sama antara dua negara.
Adapun, penelitian ini diawali oleh kunjungan masing-masing kedua
kepala negara. Setelah Presiden Vladimir Putin datang ke Indonesia pada
November 2007, kedua negara melakukan perjanjian kerjasama, di antaranya
termasuk proyek riset ini.
Apa saja hasil riset Anda?
Sergey Kadurin: Seperti yang Anda ketahui,
Indonesia khususnya Pulau Sumatera, Jawa adalah tempat bertemunya dua
lempeng tektonik: lempeng Australia di bagian selatan dengan lempeng
Eurasia di bagian utara. Lempeng Australia menumbuk lempeng Eurasia
dengan kecepatan 7 cm per tahun, yang mana merupakan kecepatan tektonik
terbesar di dunia.
Bertemunya dua lempeng ini menghasilkan jajaran gunung berapi di bagian utara pertemuan lempeng, serta daerah secondary convection cell yang biasanya banyak dijumpai minyak, gas, dan juga mud volcano (gunung lumpur). Wilayah ini biasanya disebut juga back-arc basin.
Dari data-data seismik dua dimensi (2D) yang kami peroleh dari
pemerintah Indonesia, kami melakukan interpretasi untuk mengidentifikasi
struktur lumpur. Ini melibatkan tak kurang dari 36 profil seismik
dengan panjang lebih dari 600 km dan ekspedisi lapangan untuk
mempelajari kondisi geologi-geofisik Jawa Timur dan LUSI.
Ternyata, di Jawa Timur sendiri terdapat 15 mud volcano, dan LUSI adalah mud volcano
ke-15 sekaligus yang terbesar. Kami juga menemukan beberapa
sesar (patahan) termasuk sesar Watukosek di wilayah itu. Kami membuat
konstruksi Geological Information System (GIS) untuk model tiga dimensi (3D) formasi geologi wilayah itu untuk mengetahui struktur gunung lumpur.
Selain itu, kami juga mengumpulkan data gempa yang terjadi di
wilayah itu selama 25 tahun terakhir (1984-2009). Ternyata dalam tempo
tak sampai satu tahun (10 bulan), terjadi dua gempa di wilayah itu.
Yakni gempa yang terjadi pada 9 Juli 2005 dan 27 Mei 2006.
Gempa 9 Juli 2005 sebesar 4,4 Skala Richter dengan episentrum tepat
10 km di bawah LUSI. Gempa kedua adalah gempa 27 Mei 2006, gempa
Yogyakarta yang berkekuatan 6,3 SR. Menurut kami, ini adalah salah satu
penyebab terbukanya saluran lumpur dari gunung lumpur purba yang
terbentuk sekitar 150-200 ribu tahun lalu.
Bagaimana mungkin? Bukankah episenter gempa Yogyakarta letaknya sangat jauh dengan lokasi LUSI?
Lokasi keduanya berjarak hampir 200 km (185 km). Tapi bila Anda
lihat di peta, Yogyakarta berada di bawah jajaran sistem gunung berapi
di Jawa. Sementara Sidoarjo terletak di bagian atas sistem gunung berapi
di Jawa. Sistem gunung berupa magmatik ini mirip seperti sebuah kabel.
Ketika Anda tekan kabel pada bagian bawah, akan terjadi gaya tekan
ke bagian atasnya. Dengan struktur magmatik tersebut, gelombang seismik
gempa Yogyakarta akan mempengaruhi struktur gunung lumpur LUSI. Jadi,
jarak 200 km bagi sebuah proses geologi tidak berarti apa-apa.
Lalu kenapa gempa Yogyakarta tidak mempengaruhi sistem gunung lumpur lain selain LUSI?
Sebab, LUSI berada pada kawasan metastabil (tak stabil), dengan sejarah gempa-gempa bumi, letusan gunung berapi dan mud volcano. Semua berkaitan. Apalagi sebelumnya sudah terjadi gempa tepat di bawah lokasi LUSI.
OK, tapi kenapa butuh waktu dua hari sejak gempa Yogyakarta hingga terjadi letusan LUSI pada 29 Mei 2006?
Gunung lumpur LUSI tidak berada pada struktur yang kosong. Terdapat
berbagai lapisan batuan. Lumpur dan air butuh waktu untuk naik ke atas,
apalagi kedalaman lumpur sekitar 3 km di bawah (pemetaan 3D gunung
lumpur LUSI dilakukan hingga kedalaman 5 km di bawah permukaan tanah,
Red).
Apakah penyebabnya hanya gempa saja?
Gempa bumi bukan satu-satunya pemicu semburan LUSI. Semburan
terjadi lebih karena struktur geologi di pulau Jawa. Terdapat deposit
lumpur dalam jumlah besar di bawah wilayah Sidoarjo. Selain itu
pergerakan sesar di sana juga bisa mempengaruhi terjadinya semburan.
Pada daerah yang dekat dengan zona subduksi, tekanan bawah tanah memang
sangat tinggi karena banyaknya aktivitas magma yang terjadi.
Apakah semburan LUSI juga disebabkan oleh aktivitas pengeboran PT Lapindo Brantas?
Pengeboran tidak ada kaitannya dengan LUSI. Sebab bila pengeboran
mengenai struktur lumpur, lumpur seharusnya akan keluar dari mulut sumur
pengeboran, karena lumpur akan lebih mudah keluar melalui sumur yang
kosong daripada melalui lapisan batuan. Pada kasus LUSI, semburan lumpur
terjadi di lokasi yang berjarak sekitar 250 meter dari sumur
pengeboran. Dan semburan terjadi di beberapa titik, bukan hanya satu
titik.
Tapi apakah getaran dari aktivitas pengeboran bisa mempengaruhi struktur lumpur sehingga mempercepat semburan lumpur?
Semula saya juga sempat mengira seperti itu. Namun, dengan diameter
sumur antara 50 cm-1 m, getaran dari pengeboran hanya akan berhenti
pada 5-7 m dari sumur. Dan seharusnya energi pengeboran akan mengarah ke
bawah.
Tegasnya, apa kesimpulan penelitian Anda?
Menurut hasil studi kami, LUSI adalah proses alam yang dipicu oleh
gempa bumi yang terjadi pada 2005 di Sidoarjo dan gempa pada 2006 di
Yogyakarta. Tidak ada yang bisa menghentikan kekuatan alam, proses alam
itu jauh lebih kuat dari campur tangan manusia.
Tidak ada seorangpun yang bisa mencegah terjadinya semburan lumpur
panas. Setiap klaim yang mengatakan sanggup untuk menghentikan semburan
lumpur, itu adalah kebohongan. Dulu di Rusia sempat ada rencana untuk
menghentikannya dengan menggunakan bom nuklir, tapi itu tidak benar dan
adalah ide yang sangat mengerikan.
Kita hanya bisa memperkirakan proses alam itu dan bagaimana kita
menghadapinya. Sayangnya, tidak ada yang bisa menghentikan LUSI. Kita
hanya bisa membuat sistem untuk mengetahui apa yang terjadi saat ini dan
memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.
Ada yang bilang kesimpulan seperti Anda ini cuma diyakini oleh minoritas ilmuwan saja di dunia. Benar begitu?
Sepanjang yang saya ketahui, hanya tim kami yang memiliki hasil dari riset geofisika di sini. Hanya tim kami yang memiliki seismic profile. Kami memiliki teknologi untuk melakukan interpretasi dari seismic profile,
untuk mengetahui struktur lumpur LUSI. Ini adalah riset LUSI pertama
dan satu-satunya yang dilakukan berdasarkan data ilmiah aktual. Dan bagi
kami, ini ketiga kalinya kami melakukan pekerjaan semacam ini, dan
membuat model 3D GIS untuk mengerti bagaimana struktur lumpur dan
lokasinya berada.
Kami tidak tahu apa dasar dari orang-orang yang memiliki opini
berbeda, karena dalam hal ini seharusnya semua kesimpulan harus
disandarkan pada data.
Memang sangat mudah untuk menuding siapa yang bersalah dalam hal
ini. Mungkin karena mereka (PT Lapindo) saat itu sedang bekerja di
wilayah itu, mereka langsung disalahkan. Padahal, mereka hanya menambang
di tempat dan waktu yang salah.
Sangat berbahaya salah mengasumsikan bahwa bencana ini disebabkan
oleh pengeboran. Karena pemerintah jadi mengabaikan kemungkinan potensi
bencana lumpur panas lain, yang sebenarnya bisa diantisipasi. Sebab,
berdasarkan observasi dari model 3D, kami juga menemukan dua kanal
lumpur lain di dekat situ (Sidoarjo) yang potensial meletus
sewaktu-waktu.
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia?
Untuk mengatasi kasus ini, kami merekomendasikan kepada pemerintah
untuk membuat sistem monitoring di wilayah-wilayah dekat semburan
lumpur. Sistem ini membutuhkan 10 stasiun dan detektor, yang
masing-masing letaknya berjarak sekitar 15 km.
Di titik pusat harus dipasangi alat untuk mendeteksi gempa seismik
yang terjadi di tempat itu. Dengan demikian kita bisa mengetahui tekanan
yang terdapat di dalam permukaan wilayah itu, gelombang seismik di
bawah tanah, sehingga kita bisa memprediksi kapan dan di mana semburan
berikutnya akan terjadi.
Jadi kita bisa membuat prediksi pada situasi itu. Kita bisa
melakukan langkah-langkah mengantisipasinya, seperti misalnya dengan
mematikan listrik atau gas, membuat bendungan untuk lumpur baru, dan
lain sebagainya.
Dari model 3D yang Anda buat, dapatkah Anda memprediksi sampai kapan LUSI akan terus menyembur?
Ini sangat tergantung dari tekanan dan struktur lumpur yang
terdapat di dalamnya. Untuk memprediksi hal itu diperlukan riset baru.
Bagi ukuran gunung lumpur sebesar LUSI, semburan dapat saja bertahan
hingga 20 tahun lamanya. Tekanan semburan juga bergantung kepada tekanan
dari bawah tanah, pergerakan lempeng. Jika tekanan masih tinggi maka
semburan masih akan terus terjadi.
***
Profil Anggota Tim Riset
Dr. Sergey V. Kadurin
Kadurin adalah seorang pakar geologi dengan pengalaman dan keahlian di bidang-bidang:
- Geologi dan geologi kelautan;
- Mineralogi dan bio-mineralogi;
- Geologi kelautan Quaternary dan palaoeceanography;
- Paleoclimatology, perubahan permukaan laut global;
- Sejarah Quaternary, paleoceanography, glacials dan inreglacial, sapropels dan peristiwa anoxic;
- Pemantauan lingkungan;
- Geologi GIS.
Ia bekerja di Universitas Nasional Odessa, Departemen Kelautan dan
Geofisika; sebagai asisten profesor pada 1999-2001 dan saat ini
memegang jabatan sebagai pengajar senior.
Kegiatan:
- 2005 - 2009: proyek HERMES (Hotspot Ecosystems Research on the Margins of European Seas);
- 2005 - 2009: IGCP 521 Laut
Hitam - Koridor Mediteranian: Perubahan permukaan laut dan adaptasi
manusia, UNESCO, IUGS, koordinator kelompok kerja;
- 2008: Ekspedisi penelitian kapal pengangkut barang “Vladimir Parshin” di Laut Hitam;
- 2007: Ekspedisi ke Semenanjung Kerch;
- 1999: Ekspedisi penelitian kapal pengangkut barang “Sprut” di Laut Hitam;
- 1998: Ekspedisi penelitian kapal pengangkut barang “Argon” di Laut Hitam;
- 1995: Ekspedisi penelitian kapal pengangkut barang “Argon” di Laut Hitam.
Dr. Igor A. Losev
Losev saat ini bekerja sebagai ahli analisis mineral di Universitas
Nasional Odessa. Ia memiliki berbagai pengalaman sebagai berikut:
- Pengamatan lingkungan;
- Geologi gunung lumpur;
- Geologi sumber mineral;
- Geologi dan geologi kelautan;
- Mineralogi;
- Geologi kelautan Quaternary dan palaeoceanography;
- Paleoclimatology, perubahan permukaan laut global;
- Geofisika kelautan dan penafsiran seismik.
Dr. Lubov Ju. Eriomina
Eriomina saat ini bekerja di bawah Kementerian Perlindungan
Lingkungan Ukraina. Ia juga bekerja sebagai ahli geologi dalam ekspedisi
geologi dan geofisika untuk perusahaan negara bagian Prichornomorske
semenjak tahun 2007. Keahliannya meliputi:
- Geologi dan geologi-kelautan;
- Proses geologi terbaru dan neotektonik;
- Peran tektoknik dalam pembentukan mineral;
- Keteraturan distribusi mineral dan potensi estimasi mineral Laut Hitam;
- Geologi GIS;
- Palaeoceanography dan gologi kelautan Quaternary;
- Perubahan permukaan laut global.
Dr. Igor Nikolaevich Kadurin
Nikolaevich adalah penasihat tim yang merupakan ahli senior geofisika Rusia. Ia merupakan tokoh yang telah melakukan seismic profiling
di seluruh daratan Rusia sepanjang 140 ribu km, mulai dari 1971. Ia
juga sempat membantu pemerintah Iran untuk menentukan posisi yang aman
untuk membuat reaktor nuklir di Bushehr. Selain itu ia telah melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
- September 1971 - Oktober 1972: Geofisis, survey geofisika Ilijsky (Kazgeophyztrest);
- Oktober 1972 - April 1979: Kepala Geofisis, eksperimen kusus survey geofisika Spetzgeophysica MinGeo, USSR;
- April 1979 - Juni 1991: Kepala Departemen, Survey Daerah Geofisika Khusus di Neftegeophysica MinGeo USSR;
- Juni 1991 - Februari 1995: Direktur Cabang Selatan perusahaan
pemerintah - pusat penelitian geofisika dan geologi daerah GEON, V.V
Fedynskiy, Komite Pemerintah Bidang Geologi dan Pertambangan, Rusia;
- Februari 1995 - Februari 2004: Asisten Presiden perusahaan
pemerintah - pusat penelitian geofisik dan geological daerah GEON, V.V
Fedynskiy, Komite Pemerintahan Geologi dan Pertambangan Rusia;
- Februari 2004 – Agustus 2005: Presiden perusahaan pemerintah -
pusat penelitian geofisika dan geologi GEON daerah, V.V. Fedynskiyin,
Komite Pemerintahan Geologi dan Pertambangan Rusia;
- Agustus 2005 - sekarang: Kepala Departemen Teknologi, Departemen Seismologi dan Pemantauan Seismik di VNIIGeophysica;
- 2002 – sekarang: Penasihat Senior pada Seksi Geofisika VSEGEI/AP Karpinsky, Russian Geological Research Institute.
Sumber :
VIVAnews
0 komentar:
Post a Comment